Oleh Yusuf Tri Anggara · 14 Agustus 2013
Isana Syalibsa
Hujan rintik-rintik mengisi galau gue, akankah gue tetep
jadi pecundang maho selama hidup gue bersama Johan Alif Ivansyah, temen sehidup
sekonslet. ‘Lif, ke koprasi yuk’, ‘Lif, ke perpus yuk’,’Lif, bisnis cd bokep
yuk’, ‘Lif, temenin gue ke Jeding yuk. Sekalian cebokin,’. Saat itu gue cuma
punya satu sohib dan Alif-lah yang bersedia jadi pasangan homo gue. Terpikir
sesaat untuk pacaran sama dia, tapi gue takut jadi korban sadomasokis melihat
sifat Alif yang rela membunuh demi mengintip nenek-nenek mandi di kali.
Neneknya sih exhibist parah. Gak, cuma bercanda kok.
Lalu, semua kegalauan sirna setelah bu KEPSEK
mengobrak-abrik anggota kelas. Yang puluhan di pindah ke kelas 6A atau C dan
yang lain masuk kelas gue, kelas B. Kelas gue jadi tambah seru akibat penyatuan
SD Kepatihan 1,2,3 ini. Lalu… Gue melotot pada seorang gadis cantik jelita yang
ternyata jadi calon korban kehinaan serta kenistaan gue yang punya muka
marketplace alias muka pasaran kalau malu dibilang buruk rupa. Berhari-hari gue
mencari siapa namanya, mencari siapa nama bapaknya atau tepatnya calon mertua
di masa mendatang, mencari siapa yang diharapkannya bersanding dipelaminan dan
juga mencari tahu-tempe. Jangan heran, pikiran gue udah kayak gitu pas SD
karena sering nemenin Nyokap nonton sinetron. Yang paling terkenal Cinta Fitri
kalo gak salah, dan saat itu masih season 1. #Sinetron sinting tau gak? Ampe
season 7 kaya gitu, bertahun-tahun lagi.
Kembali pada persoalan betapa cantiknya gadis ini, dan
persoalan ini seringkali gue bahas sama Alif pas ngerjain pr bareng di sekolah.
Bisa dibilang itu membaca jawaban orang kalau gak mau dikatain nyontek. ‘Suf,
Isana cantik ya,’ ucap Alif mesam-mesem pake muka mesum sambil nyontek kerjaan
Zaim. Dan saat itu gue tau namanya Isana, nama yang secantik wajah maknya. ‘Ah,
elu.. Nadya sama Regina lu taruh di mana. Lu suka?’ jawab gue kaga terima
sambil gak sengaja ngelihat cewek exhibist berkeliaran takut-takutin cowok
kelas 1 SD dengan te..hnya yang hampir gak keliatan. Gak, gue bercanda.
‘Hehehe, iya..,’ jawabnya masih mesem kayak abis menang lomba makan kerupuk
sekampung terus nyebokin(bahasa yang aneh) pak RT. MIYAPAH? Dia suka sama Isana
sedangkan gue lagi suka sama Alif, eh? Isana maksudnya.
Pengen rasanya nimpuk Alif pake kursi yang gue dudukin, tapi
mustahal melihat gue yang masih bocah dan tak bertenaga. Selanjutnya, gue
berpikir melempar Alif ke sungai Bedadung, tapi polisi bakalan tahu siapa
pembunuhnya. Gimana enggak, orang guenya nyangkut diculuknya si Alif mengingat
tingkahnya yang mirip lutung epilepsi. Bercanda, lif.
It’s perfect time to get her and everything. Pelajaran hari
itu ditiadakan. Langsung gue berdiri dengan niatan lompat harimau di depan
Isana untuk membuatnya terpukau. Tapi setelah gue pikir-pikir mending lompat
harimaunya dari balkon di lantai dua untuk lebih memukau dan keliatan macho.
Selanjutnya gue bakar tempat landasan lompat agar keliatan mirip Rambo yang
lompat dari markas negara musuhnya, Yuni Sopiet. Kayaknya gue bakalan mati deh,
terurungkan niatan gaul itu. Sambil ngakak ngikik gue mendekati Isana yang lagi
duduk sama cowok muda umur 12 tahunan, Imandul namanya. Ah, gu’gue khawatir dia
bakalan mandul, namanya yang bener Imad kok.
‘Hahaha! Cuwit-cuwit!! ALIF SUKA SAMA..,’ ‘STOP! Suf, jangan’ teriak Alif disela-sela gue ngakak.
#Sorry coy, ini semua gue lakuin hanya untuk membuat gue merasa aman karena
mungkin Isana jijik sama lu setelah ini. ‘… Isana..’ kata gue.
Jreng-jreng, Isana udah menampakkan muka-muka aneh. Tapi
kenapa bukan tampang jijik? Dia masang muka homo yang barusan bangun dari
tempat tidur pasangannya. “Ciyus? Hehehe..” Jelas itu yang ada dipikirannya
karena gue udah makan tahu. Mengetahui hal itu, ingin rasanya gue bilang kalau
gue juga suka Isana. Tapi koprol harus dilakukan sebagai ritual memalukan itu,
yang gak mendingan dari lari-lari keliling kelas sambil buka celana. Setelah
itu gue hanya bisa melototin beauty face-nya Isana. Ahh…
Entah mengapa, sulit untuk mengambil apa yang bukan hak gue.
Isana would you give me that look? Like Fitri does for Farel in Cinta Fitri
Cinema... Ngimpi kali! Lagi pula setelah itu temen-temen tau gue juga suka
Isana berkat gue yang gak tahan sama nafsu masa SD untuk membuatnya tahu
perasaan ini (bocah banget), semua tahu termasuk Isana. Isana pun menghargai
perasaan ini dengan berbuat seperti tidak ada apa-apa, seperti cewek bunting yang malu dan berakhir jadi
bloon atau pura-pura amnesia.
Waktu terus berjalan meraungi hidup nista ini, saat itu
sampai pada semester akhir menjelang UN dan UP(Ujian Praktikum). Gue duduk di
bangku di depan Isana. Bu guru yang baik hati dan tidak sombong lagi memotivasi
siswa kelas kami yang ternyata lebih bloon daripada siswa kelas lainnya agar
tidak gagal dalam UN. Maklum, hanya kelas kita yang suka banget belajar
kelompok di WC umum.
“Jadi anak-anak, contohlah teman kalian – Adzka – sehingga
kalian bisa lebih maju dan membanggakan bagi sekolah dan orangtua kalian” kata
bu guru.
“Eh, Adzka
itu pinter ya? Temen kamu kan?” Tanya Isana kepada pasangan (lesbian-nya)
sebangku.
“Iya, anak itu pinter banget. Dia udah
berkali-kali menang olimpiade mipa,”
“Gila,
hebat,” “Kenapa suka?” “Hehe,”
Jreeng-jreeng!! Deg-deg, deg-deg. Kenapa? Kenapa ini harus terjadi!
Setelah Alif ada Adzka? Oh, Goat! Sheep! Bank! It’s.. (baca aja yang bener)
Rasanya saat itu putus asa, ingin sekali mengakhir hidup
itu. Timbul secercah harapan, kalau Adzka pinter kenapa gue enggak. Gue memulai
hidup baru, mentargetkan olimpiade udah telat tapi gue masih bisa jadi yang
terbaik di UN. Jangan salah dulu gue jelek mirip lutung yang lebih epilepsy
dari Alif tapi gue siswa yang nyaris teladan loh. Meskipun gue sering dapet
nilai NOL saat kelas 3 karena males ngerjain pr (lebih tepatnya gue lebih suka
ngebakar buku gue lalu gue minum sebagai jamu pinter(akibat nonton sinetron),
dan akhirnya gue gak ada buku untuk dikerjain). Lagi pula gue harus meneruskan
langkah kakak-kakak gue yang alumni salah satu SMP unggulan di Jember.
_____________---________________---____________---___________________
Saat pengumuman UN dan perpisahan. Gue sial banget!
Belakangan gue masuk rangking 10 besar di Try Out UN, tapi yang gue dapetin
adalah kalah saing. Ya, gue malah jadi begini. Gue gak bisa menyalahkan takdir,
gue terlalu suka koproll untuk Isana. Gue terlalu suka lompat harimau untuk
Isana. Yah, gak apa-apa. Saat perpisahan yang terpenting gue dapet kado atau
kenang-kenangan manis dari gadis yang gue suka. Isana dengan lantang dan penuh
emosi membacakan lirik-lirik puisi indah tapi nista.,
Gue nangis.. Bayangin mata gue hampir berair alias
berkaca-kaca. Sebenernya sih puisinya jelek, tentang air dan kegunaannya(nista
banget) tapi karena yang baca Isana gak ada alasan untuk gak terharu. Dan gue
heran sama yang lain, mereka nangis bukan karena Isana tapi karena puisi air?
Ngakak deh sampe kepecirit.
Isana, everything I do just for you at that time, I jumped
in front of the train for ya(kok malah mirip Bruno Mars sih?) Intinya,
saat-saat itu gue sungguh.. sungguh.. Ah, males ngetik. Lanjut di seri
berikutnya ya coy! Baca terus punya GUE!!!
Ingat! Membaca paragraf di atas bisa menimbulkan pedofil di
wajah anda!
Yusuf Tri Anggara |
0 comments:
Post a Comment